18% Pelajar Indonesia Sudah Jadi Pecandu Rokok

Pelajar Indonesia Sudah Jadi Pecandu Rokok

Tanggal 31 Mei setiap tahun diperingati sebagai Hari Tanpa Tembakau Sedunia, karena merokok sudah terbukti mengganggu kesehatan. Asap rokok yang mengandung sekitar 4.000 bahan kimia telah terbukti berhubungan dengan setidaknya 25 penyakit di tubuh manusia.

Namun, segudang bahaya dari rokok nyatanya juga tidak membuat para perokok melangkah mundur. Jumlah pecandu rokok di Indonesia justru terus bertambah, terutama dari kalangan anak muda.

Menurut data terbaru Global Youth Tobacco Survey (GYTS) 2014, 18,3 persen pelajar Indonesia sudah punya kebiasaan merokok, dengan 33,9 persen berjenis laki-laki dan 2,5 persen perempuan. GYTS 2014 dilakukan pada pelajar tingkat SLTP berusia 13-15 tahun.

Data perokok rata-rata masyarakat Indonesia (usia 15 tahun ke atas) adalah sekitar 30 persen, artinya dengan bertambahnya umur maka persentase perokoknya terus meningkat.

“Artinya, bila kita dapat menekan kebiasaan merokok pada kaum muda atau pelajar, maka kita dapat juga mengharapkan angka perokok pada dewasa dapat dikendalikan lebih baik,” tulis Prof dr Tjandra Yoga Adiatama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan, dalam keterangan pers yang diterima CNN Indonesia.

“Dalam hal ini, program penanggulangan merokok di lingkungan sekolah punya peran cukup besar. Jangan ada guru dan murid yang merokok di lingkungan sekolah, jangan ada penjual rokok di sekitar sekolah dan juga ada pengetahuan tentang rokok yang diajarkan pada siswa sekolah,” ujarnya menjelaskan.

GYTS 2014 juga menunjukkan bahwa sebagian besar perokok pelajar tersebut masih merokok kurang dari lima batang sehari. Tapi, ternyata 11,7 persen perokok pelajar laki-laki dan 9,5 persen pelajar perempuan sudah mulai merokok sejak sebelum usia 7 tahun.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir separuh (47,2 persen) pelajar perokok Indonesia ternyata sudah dalam status adiksi, atau ketagihan. Hal ini ditunjukkan dengan mereka biasanya sudah ingin merokok pada saat pertama bangun tidur. “Angka ini tentu cukup memprihatinkan, karena mereka masih amat muda tapi sudah adiksi merokok,” kata Tjandra.

Di sisi lain, hampir semua perokok pelajar yang diteliti GYTS 2014 (88,2 persen) sebenarnya ingin berhenti merokok, walaupun hanya seperempatnya (24 persen) yang pernah menerima bantuan program atau profesional untuk berhenti merokok.

Hampir semua pelajar pada penelitian ini setuju pelarangan merokok di dalam ruangan di tempat umum (89,4 persen), dan 80,9 persen juga setuju pelarangan merokok di luar ruang.

“Artinya, kesadaran untuk udara bersih sehat sebenarnya sudah cukup luas. Yang perlu ditingkatkan adalah peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok, yang kini sudah ada aturan di lebih dari 100 kabupaten/kota. Hanya saja memang implementasinya perlu terus ditegakkan dengan ketat,” kata Tjandra.

Sumber : CNN indonesia

0 comments